Laporan Praktikum Pengelolaan Limbah Peternakan menjelma pilihan yang bagus buat kalian yang pengen mencari solusi penerangan merenggut. Beberapa penerangan lainnya bisa kalian dapatkan disini beserta baik.
Penimbunan kotoran ternak di kadar sangkar memicu pencemaran lingkungan, diantaranya bau menyengat, andai kotoran ikut tergenang cairan hujan bisa menurunkan mutu lingkungan serta mutu kebugaran atau kesehatan porsi masyarakat kadar peternakan, maka butuh di lakukan pengolahan limbah kotoran agar tak dibuang percuma. Pengolahan limbah kotoran diharapkan bisa mengurangi pencemaran lingkungan serta mendapatkan keuntungan. Pengolahan limbah bisa di lakukan yang dengannya cara mempergunakan kotoran ternak sapi potong maupun sapi perah menjdai pupuk sangkar porsi atau bisa juga dikatakan hendak tanaman, menjdai penghasil biogas, serta campuran bahan pakan ternak. Kotoran yang dengannya volume cukup besar masih mengantongi banyak sekali kandungan senyawa, unsur hara serta mikroorganisme, menjadikan bisa dimanfaatkan secara maksimal. Kotoran dimanfaatkan menjdai pupuk sangkar, lantaran kandungan unsur haranya, semisal nitrogen (N), fosfor (P) serta kalium (K), dibutuhkan tanaman serta kesuburan tanah. Secara alami bahan-bahan organik hendak mengalami penguraian di dunia yang dengannya bantuan mikroba maupun biota tanah lain-lainnya. Akan tetapi proses pengomposan yng terlaksana secara alami berlangsung lama serta lambat. Tidak segelintir dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan porsi atau bisa juga dikatakan hendak mempercepat proses pengomposan ini. Baik pengomposan yang dengannya teknologi simpel, sedang, maupun teknologi tinggi. Teknologi pengomposan sampah Amat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, yang dengannya ataupun tanpa activator pengomposan. Aktivator pengomposan yng telah kagak segelintir beredar jarak lain OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4. Setiap activator mengantongi keunggulan sendiri-sendiri. Selain itu metode yng cukup popular internal rangka pemanfaatan kotoran ternak merupakan biogas. Biogas makin kagak segelintir diminati serta terus mengalami perkembangan bertambah-bertambah internal hal teknologi. Pendapat dari Wahyuni (2009), menjelaskan bahwasanya biogas didefinisikan menjdai campuran gas yng diperoleh oleh bakteri metanogenik yng terlaksana pada material-material yng bisa terurai secara alami internal kondisi anaerobik. Praktikum ini memberikan perlakuan fermentasi terhadap limbah peternakan yng diharapkan bisa menaikan kandungan bahan organik serta menurunkan kadar serat kasar. Kadar serat kasar internal pakan ternak yng terlalu tinggi andai dikonsumsi ternak bisa menurunkan kecernaan. Penelitian Santoso serta Kurniati (2000) menyatakan bahwasanya EM4 mampu menurunkan serat kasar pada kotoran yng difermentasi serta mampu menaikan kandungan bahan organik yng baik dipakai menjdai pupuk tanaman. B. Tujuan Praktikum Tujuan diadakan praktikum Pengolahan Limbah Peternakan porsi mahasiswa merupakan: 1. Mengungkapkan pengetahuan serta wawasan serta pengalaman para mahasiswa perihal pengolahan limbah peternakan mempergunakan EM4. 2. Mahasiswa mampu mempraktekan pembuatan kompos mempergunakan EM4. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengomposan Kompos jujur hasil pelapukan bahan-bahan berupa kotoran ternak/feses, sisa pertanian, sisa pakan serta sebagainya. Proses pelapukan dipercepat yang dengannya merangsang perkembangan bakteri porsi atau bisa juga dikatakan hendak menghancurkan menguraikan bahan-bahan yng dikomposkan. Penguraian dibantu yang dengannya suhu 600C. Proses penguraian merubah unsur hara yng terikat internal senyawa organik sukarlarut menjelma senyawa organik larut yng bermanfaat porsi tanaman (Ginting, 2007). Bokashi merupakan suatu kata internal bahasa Jepang yng berguna bahan organik yng sudah difermentasikan, pupuk ramah lingkungan serta termaksud bahan organik kaya sumber ke hidup-an. Ciri-ciri pupukbokashi yng baik warna coklat kehitam-hitaman, bahan hancur, lembab tak keras serta tak bau, bau semisal tanah ataupun humus (Indroprahasto, 2010). Proses pengomposan di tingkat keluarga semisal sampah dapur biasanya menjelma material yng dikomposkan, bersama yang dengannya starter serta bahan tambahan yng menjelma pembawa starter semisal sekam padi, sisa gergaji kayu, maupun kulit gandum serta batang jagung (Yusuf, 2000). Effectife Microorganism 4 (EM4) jujur suatu cairan berwarna kecoklatan serta beraroma manis asam (segar) yng di dalamnya berisi campuran kadar mikroorganisme hidup yng menguntungkan porsi proses penyerapan/persediaan unsur hara internal tanah. Pendapat dari Rahayu serta Nur (2002), Mikroorganisme fermentasi serta sintetik yng terdiri dari asam laktat (Lactobacillus sp), actinomycetes sp, streptomycetes sp, serta yeast (ragi). Miroorganisme menguntungkan yang telah di sebutkan (EM4) sudah lama didapati, diteliti serta diseleksi terus menerus oleh spesialis pertanian bernama Profesor Teruo Higa dari universitas Ryukyu Jepang. Yang dengannya demikian EM4 bukan jujur bahan kimia yng rawan semisal pestisida, obat serangga ataupun pupuk kimia lain-lainnya (Hidayat et al., 2006). Bakteri asam laktat (Lactobacillus sp) bisa menghasilkan kemandulan (sterilizer) oleh lantaran itu bakteri ini bisa menekan pertumbuhan mikroorganisme yng merugikan; menaikan percepatan perombakan bahan organik; menghancurkan bahan organik semisal lignin serta selulosa serta memfermentasikannya tanpa memicu senyawa beracun yng ditimbulkan dari pembusukan bahan organik. Bakteri ini bisa menekan pertumbuhan fusarium, yakni mikroorganisme merugikan yng memicu penyakit pada lahan/tanaman yng terus menerus ditanami (Suardana, 2007). Pengomposan merupakan proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yng mempergunakan serta memanfaatkan bahan organik menjdai sumber energi. Proses pengomposan melibatkan sejumlah organisme tanah salah satunya bakteri, jamur, protozoa, aktinomisetes, nematoda, cacing tanah, serta serangga. Populasi dari seluruh organisme ini berfluktuasi, bergantung dari proses pengomposan. Pada prinsipnya, teknologi pengomposan yng selama ini diterapkan meniru proses terbentuknya humus oleh dunia yang dengannya bantuan mikroorganisme. Melalui rekayasa kondisi lingkungan kompos bisa dibuat serta dipercepat prosesnya. Proses pengomposan bisa di lakukan secara aerobik serta anaerobik, umumnya yang dengannya bantuan EM4 (Rorokesumaningwati, 2000). Proses pengomposan bisa terlaksana secara aerobik (mempergunakan oksigen) ataupun anaerobik (tak ada oksigen). Proses yng dijelaskan sebelumnya merupakan proses aerobik, dimana mikroba mempergunakan oksigen internal proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi bisa pun terlaksana tanpa mempergunakan oksigen yng disebut proses anaerobik. Akan tetapi, proses ini tak dimau-kan, lantaran selama proses pengomposan hendak diperoleh bau yng tak sedap. Proses anaerobik hendak menghasilkan senyawa-senyawa yng berbau tak sedap, semisal: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, serta H2S (Crawford, 2003). Kecepatan pengomposan dipengaruhi oleh banyak-sedikitnya jumlah mikroorganisme yng membantu pemecahan ataupun penghancuran bahan organik yng dikomposkan. Dari sekian kagak segelintir mikroorganisme, diantaranya merupakan bakteri asam laktat yng berperan internal menguraikan bahan organik, bakteri fotosintesis yng bisa memfiksasi nitrogen, serta Actinomycetes yng bisa mengendalikan mikroorganisme patogen menjadikan menciptakan kondisi yng baik porsi perkembangan mikroorganisme lain-lainnya (Isroi, 2008). Prinsip yng dipakai internal pembuatan kompos merupakan proses dekomposisi ataupun penguraian yng merubah limbah organik menjelma pupuk organik menggunakan aktifitas biologis pada kondisi yng terkontrol. Dekomposisi pada prinsipnya merupakan menurunkan karbon serta nitrogen (C/N) ratio dari limbah organik menjadikan pupuk organik bisa segera dimanfaatkan oleh tanaman. Pada proses dekomposisi hendak terlaksana peningkatan temperatur yng bisa berfungsi porsi atau bisa juga dikatakan hendak membunuh biji tanaman liar (gulma), bakteri-bakteri patogen serta membentuk suatu buatan perombakan yng seragam berupa pupuk organic (Kaharudin serta Sukmawati, 2010). B. Identifikasi Pupuk Kompos Ciri-ciri kompos telah jadi serta baik merupakan: warna kompos umumnya coklat kehitaman. Aroma kompos yng baik tak mengeluarkan aroma yng menyengat, namun mengeluarkan aroma lemah semisal bau tanah ataupun bau humus hutan. Andaikan dipegang serta dikepal, kompos hendak menggumpal. Andaikan ditekan yang dengannya lunak, gumpalan kompos hendak hancur yang dengannya gampang (Farida, 2000). Efisiensi yng berlangsung selama pengomposan jujur fungsi dari temperatur. Kecepatan proses pengomposan meningkat sejalan yang dengannya peningkatan temperature sampai 35oC. Proses yang telah di sebutkan mencapai efisiensi pada temperatur 35-55oC (Willyan, 2008). Bila temperature meningkat di bagi 55oC, efisiensi hendak turun. Pengomposan yang dengannya suhu 35-55oC hendak memicu bau busuk serta bakteri pathogen hendak tetap hidup. Bila kelembaban menurun sampai-sampai dibawah 50% hendak terlaksana peningkatan temperature yng berlebihan di pusat tumpukan kompos. Temperatur yng tinggi yang telah di sebutkan hendak mematikan mikroorganisme yng memberikan manfaat serta kesimpulannya mengganggu proses pengomposan. Kesalahan ini bisa diatasi yang dengannya penyinaran porsi atau bisa juga dikatakan hendak menaikan kelembaban (Hambali, 2008). Teknik pengomposan serta jumlah bahan yng berbeda hendak butuh waktu yng berbeda serta mendapatkannilai C/N ratio yng berbeda juga. Pengomposan jerami padi yang dengannya jumlah yng cukup kecil (cuma 30 kg bahan) butuh waktu pengomposan selama 16 minggu porsi atau bisa juga dikatakan hendak C/N kadar 18-20, lantaran selain volume tumpukan bahan organik yng relatif kecil pun penyebabnya yaitu olehpembalikan yng cuma di lakukan setiap satu bulan sekali menjadikan cuma mencapai suhu maksimum 40 ºC serta memperoleh nisbah C/N kadar 18-20.Pengomposan yang dengannya volume tumpukanbahan sebesar 2 m (2 x 1 x 1)m butuh waktu selama 8 bulan porsi atau bisa juga dikatakan hendak mencapai nisbah C/N kadar 14.Waktu pengomposan yng lama tersebutdisebabkan oleh pembalikan kompos yng terlalu Suka yakni 2-3 kali dalamsehari, hal ini terperinci menghasilkan suhu optimum pengomposan tak akantercapai menjadikan waktu pengomposan serta penurunan C/N ratio menjelma sangatlambat (Kristianto, 2007). Penilaian kualitas kompos selain dilihat dari sifat fisik Suka dilihat cuma dari nilai C/N ratio serta kandungan unsur hara saja.Dimanakompos yang dengannya C/N ratio rendah serta mengantongi kandungan hara yng tinggidianggap menjdai ciri kompos yng baik, tanpa memperhitungkan kandunganasam-asam organik khususnya asam humat serta asam fulvat yng memilikiperanan besar internal memperbaiki sifat fisik serta kimia tanah.Kompos yng baik porsi atau bisa juga dikatakan hendak ditambahkan ke internal tanah bisa dilihat dari segi fungsi serta peranannyadalam memberi pengaruh (memperbaiki) sifat-sifat tanah (Ramdani, 1985). Tingkat kematangan kompos bisa dirasakan dari panas yng dikandungnya.Andai tumpukan kompos masih panas era disentuh, mampu dikatakan kompos yang telah di sebutkan belum matang sempurna.suhu kompos yng sudah matang bertambah rendah dari suhu udara luar ditambah 200C. Bau kompos matang menyerupai bau tanah. Bau tanah pada kompos matang terlaksana lantaran materi yng dikandungnya telah menyerupai materi tanah. Kompos yng sudah matang umumnya berwarna coklat tua kehitaman. Warnanya menyerupai tanah hutan yng subur serta gembur. Warna yang telah di sebutkan terbentuk oleh pengaruh bahan organik yng telah stabil. Secara fisik kompos yng matang mengantongi tekstur yng halus serta tak menyerupai bentuk aslinya. Kompos matang umumnya mengalami penurunan volume serta berat. Penurunan ini berkisar jarak 50-70% dari volume bahan awal yng dikomposkan. Nilai rasio C/N kompos matang mendekati rasio C/N tanah. Umumnya bertambah kecil dari 20 (Wahyono, 2011). C. Biogas Biogas merupakan suatu jenis gas yng mampu dibakar, yng diproduksi menggunakan proses fermentasi anaerobic bahan organic semisal kotoran ternak serta kita-kita, biomassa limbah pertanian ataupun campuran keduanya, di internal suatu ruang pencerna (digester). Komposisi biogas yng diperoleh dari fermentasi tersesbut terbesar merupakan gas methan (CH4) kadar 54-70% serta gas karbondioksida (CO2) kadar 27-45%. Gas methan (CH4) yng jujur komponen utama biogas jujur bbm yng bermanfaat lantaran menyandang nilai kalor yng cukup tinggi, yakni kadar 4800 sampai 6700 kkal/m³, sedangkan gas metana murni menyandang kandungan energi 8900 Kkal/m³. Lantaran nilai kalor yng cukup tinggi itulah biogas bisa dipergunakan porsi atau bisa juga dikatakan hendak keperluan penerangan, memasak, menggerakkan engine serta sebagainya. Sistim produksi biogas pun menyandang kadar keuntungan semisal (a) mengurangi pengaruh gas rumah kaca, (b) mengurangi polusi bau yng tak sedap (Nurhasanah, 2005). Pendapat dari Willyan (2008), menyatakan bahwasanya biogas (gas bio) jujur gas yng ditimbulkan andai bahan-bahan organik, semisal kotoran hewan, kotoran mausia, ataupun sampah, direndam didalam cairan serta disimpan di internal tempat tertutup ataupun anaerob. Proses terjadinya biogas merupakan fermentasi anaerob bahan organik yng di lakukan oleh mikroorganisme menjadikan menghasilkan gas yng gampang terbakar. Secara kimia, reaksi yng terlaksana pada pembuatan biogas cukup panjang serta rumit, meliputi tahap hidrolisis, tahap pengasaman, serta tahap metanogenik. Proses bisa terlaksana secara aerobik (mempergunakan oksigen) ataupun anaerobik (tak ada oksigen). Proses yng dijelaskan sebelumnya merupakan proses aerobik, dimana mikroba mempergunakan oksigen internal proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi bisa pun terlaksana tanpa mempergunakan oksigen yng disebut proses anaerobik. Akan tetapi, proses ini tak dimau-kan, lantaran selama proses pengomposan hendak diperoleh bau yng tak sedap semisal: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, serta H2S (Crawford, 2003). Pendapat dari Setiawan (2008), menyatakan bahwasanya pada hari ke-14, gas telah tiba terbentuk serta mampu dipakai porsi atau bisa juga dikatakan hendak menghidupkan nyala obor pada kompor. Gas yng diperoleh dari biogas tak berbau sepeti kotoran sapi. Keberadaan gas ini bisa dimanfatkan porsi atau bisa juga dikatakan hendak banyak sekali keperluan. Menjdai perbandingan, setiap kubik biogas bisa dipakai porsi atau bisa juga dikatakan hendak keperluan menjdai berikut: 1. Menyalakan engine 1 Pk selama 2 jam. 2. Menghasilakn listrik 1,25 Kwh. 3. Menyalakan kompor gas porsi atau bisa juga dikatakan hendak memasak tiga kali sehari porsi satu keluarga yang dengannya jumlah unsur keluarga 5 orang. 4. Menyalakan lampu setingkat yang dengannya bola lampu 60 Watt selama 6 jam. 5. Menjalankan kulkas berkapasitas satu kubik selama 1 jam. 6. Menjalakan engine tetas berkapasitas 1 kubik selama setengah jam. Tidak segelintir faktor yng mepengaruhi kesuksesan produksi bigas. Faktor pendukung porsi atau bisa juga dikatakan hendak mempercepat proses fermentasi merupakan kondisi lingkungan yng optimal porsi pertumbuhan bakteri perombak. Ada beberpa faktor yng berpengaruh terhadap produksi biogas yaitu menjdai berikut: 1. Kondisi anaerob ataupun kedap udara Biogas diperoleh dari proses fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme anaerob. Instalasi pengolahan biogas Perlu kedap udara. 2. Bahan baku isian Bahan baku isian berupa bahan organik semisal kotoran ternak, limbah pertanian, sisa dapaur, serta sampah organik yng terhindar dari bahan anorganik. Bahan isian Perlu menyandang kandungan 7 – 9 % bahan kering yang dengannya pengenceran 1 : 1 (bahan baku : cairan). 3. Imbangan C/N Imbangan C/N yng terkandung internal bahan organik Amat menetapkan ke hidup-an serta kesibukan mikroorganisme yang dengannya imbangan C/N optimum 25 – 30 porsi atau bisa juga dikatakan hendak mikroorganisme perombak. 4. Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman Amat berpengaruh terhadap ke hidup-an mikroorganisme. Derajat keasaman yng optimum porsi ke hidup-an mikroorganisme merupakan 6,8 – 7,8. 5. Temperatur Produksi bigas hendak menurun secara cepat akibat perubahan temperatur yng tiba-tiba di internal instalasi pengolahan biogas. Bagi atau bisa juga dikatakan hendak menstabilkan temperatur kita bisa membuat instalasi biogas di internal tanah. 6. Starter Starter dibutuhkan porsi atau bisa juga dikatakan hendak mempercepat proses perombakan bahan organik sampai-sampai menjelma biogas. Starter jujur mikroorganisme perombak yng sudah dijual komersil bisa pun dipakai lumpur bersemangat organik ataupun cairan rumen. (Simamora, 2006). III. MATERI DAN METODE A. Pembuatan Pupuk Kompos 1. Materi a. Alat 1) Cangkul 2) Karung 3) Plastik 4) Ember 5) Semprotan 6) Timbangan b. Bahan 1) Feses sapi 20 kg 2) Sekam padi 8 kg 3) EM4 0,322 kg 4) Gula pasir 1 g 5) Serbuk gergaji 3 kg 6) Dedak 2 kg 7) Air secukupnya 2. Metode a. Menyiapkan bahan-bahan yng dibutuhkan sesuai yang dengannya ukuran yng sudah ditentukan. b. Mencampur kotoran sapi/feses, dedak, serbuk gergaji serta sekam sampai homogen. c. Melarutkan EM4 serta gula mempergunakan cairan secukupnya d. Membagai dua bagian lantas disemprotkan campuran EM4, cairan serta gula pasir tiap ketinggian 30 cm e. Menumpuk kembali bahan- bahan f. Menutup yang dengannya plastik sampai-sampai rapat (anaerob) g. Melakukan pembalikan setiap seminggu sekali. B. Identifikasi Pupuk Kompos 1. Materi a. Alat 1) Cangkul 2) Kamera 3) pH Meter 4) Termometer 5) Alat Tulis b. Bahan 1) Pupuk Kompos 2. Metode a. Pembalikan 1 serta 2 1) Membuka plastic penutup kompos 2) Mengaduk kompos menjadikan kompos bagian bagi serta bawah mampu tercampur 3) menumpuk kembali bahan-bahan 4) Menutup yang dengannya plastik sampai-sampai rapat b. Identifikasi Kompos 1) Membuka plastik penutup kompos 2) Mengaduk kompos menjadikan kompos bagian bagi serta bawah mampu tercampur 3) Melakukan identifikasi meliputi kenampakan, warna, tekstur, bau, sifat, suhu serta pH C. Biogas 1. Materi a. Alat 1) Alat pengaduk 2) Bak penampung 3) Digester 4) Pipa b. Bahan 1) Feses sapi 2) Air 3) Starter 2. Metode a) Kotoran sapi dicampur yang dengannya cairan sampai-sampai terbentuk lumpur yang dengannya perbandingan 1:1 pada bak penampung tengah. b) Lumpur dari bak penampungan tengah lantas di alirkan ke digester. Pada pengisian pertama digester Perlu di isi sampai penuh. c) Melakukan penambahan starter (kagak segelintir dijual dipasaran). Sesudah digester penuh, kran gas ditutup agar bisa terlaksana proses fermentasi. d) Gas metan telah tiba di hasilkan pada hari 10 sedangkan pada hari ke -1 sampai ke - 8 gas yng terbentuk merupakan CO2. Pada komposisi CH4 54% serta CO2 27% maka biogas hendak menyala. e) Pada hari ke -14 gas yng terbentuk bisa dipakai porsi atau bisa juga dikatakan hendak menyalakan obor pada kompor gas ataupun kebutuhan lain-lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita telah mampu menghasilkan energi biogas yng selalu terbarukan. Biogas ini tak berbau semisal bau kotoran sapi. f) Digester terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinyu menjadikan diperoleh biogas yng optimal. g) Kompos yng keluar dari digester di tampung di bak penampungan kompos. Kompos cair di kemas ke internal dirigent. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Pupuk Kompos 1. Hasil Pengamatan Tabel 1. Pembuatan Kompos
Identifikasi Hasil
Warna Bau Tekstur Coklat muda Berbau kotoran Sapi Menggumpal
Sumber: Data Primer Praktikum Pengelolaan Limbah Peternakan 2014. Tabel 2. Pembalikan Kompos Pertama
Identifikasi Hasil
Kenampakan Warna Bau Tekstur Sifat Terdapat embun sebelum plastik dibuka Coklat muda Aroma khas fermentasi rada menyengat Agak menggumpal Butiran sekam
Sumber: Data Primer Praktikum Pengelolaan Limbah Peternakan 2014. Tabel 3. Pembalikan Kompos Kedua
Identifikasi Hasil
Kenampakan Warna Bau Tekstur Sifat Terdapat embun sebelum plastik dibuka Coklat kehitaman Aroma khas fermentasi menyengat Agak menggumpal Butiran sekam
Sumber: Data Primer Praktikum Pengelolaan Limbah Peternakan 2014. Gambar Proses Pencampuran Bahan-Bahan 2. Pemaparan Praktikum Pengelolaan Limbah Peternakan acara Pembuatan Pupuk Kompos ini bahan dasarnya merupakan kotoran sapi, sekam, dedak, serbuk gergaji, gula pasir, serta cairan, yng didekomposisi yang dengannya bahan pemacu mikroorganisme internal tanah yakni EM4 (Effective Microorganisme 4). Kotoran sapi dipilih lantaran selain tersedia kagak segelintir di lingkungan kadar pun mengantongi kandungan nitrogen serta potassium, di samping itu kotoran sapi jujur kotoran ternak yng baik porsi atau bisa juga dikatakan hendak kompos. Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) jujur satu dari sekian banyaknya pengganti yng Amat benar porsi atau bisa juga dikatakan hendak mengatasi kelangkaan serta naiknya harga pupuk. Pemanfaatan kotoran ternak menjdai pupuk telah di lakukan petani secara optimal di daerah-daerah pusat buatan sayuran. Di sayangkan, masih ada kotoran ternak tertumpuk di kadar sangkar serta belum kagak segelintir dimanfaatkan menjdai sumber pupuk. Keluhan petani era terlaksana kelangkaan ataupun mahalnya harga pupuk non organik (kimia) bisa diatasi yang dengannya menggiatkan kembali pembuatan serta pemanfaatan pupuk kompos. Praktikum Pengelolaan Limbah Peternakan acara Pembuatan Pupuk Kompos ini, kami diberikan tugas porsi atau bisa juga dikatakan hendak membuat bokashi. Bokashi jujur hasil fermentasi bahan organik dari limbah pertanian (pupuk sangkar, jerami, sampah, serbuk gergaji, rumput, dll) yang dengannya mempergunakan EM4. EM4 jujur bakteri pengurai dari bahan organik yng dipakai porsi atau bisa juga dikatakan hendak proses pembuatan bokashi yng bisa melindungi kesuburan tanah menjadikan berpeluang porsi atau bisa juga dikatakan hendak menaikan produksi serta melindungi kestabilan produksi. Bokashi selain bisa dipakai menjdai pupuk pun bisa dipakai menjdai pakan ternak (Djuamani et al., 2005). Alur dari praktikum pembuatan bokashi ini yakni mencampur seluruh bahan yng sudah ditentukan. Bahan-bahan yng telah dicampur lantas disemprot yang dengannya EM4 lalu ditutup rapat mempergunakan plastik. Penutupan disini diusahakan benar-benar rapat agar fermentasi anaerob terlaksana di dalamnya. Menjadikan bokashi hendak benar-benar diperoleh. Kandungan EM4 terdiri dari bakteri fotosintetik yng membentuk zat-zat memberikan manfaat yng menghasilkan asam amino, asam nukleat, serta zat-zat bioaktif yng berpokok dari gas rawan serta berfungsi porsi atau bisa juga dikatakan hendak mengikat nitrogen dari udara. bakteri asam laktat berfungsi porsi atau bisa juga dikatakan hendak fermentasi bahan organik jadi asam laktat, percepat perombakan bahan organik, lignin, serta celluloser, serta menekan pathogen yang dengannya asam laktat yng diperoleh actinomicetes menghasilkan zat anti mikroba dari asam amino yng yng diperoleh bakteri fotosintetik. ragi menghasilkan zat antibiotik, menghasilkan enzim serta hormon, sekresi ragi menjelma substrat porsi atau bisa juga dikatakan hendak mikrorganisme efektif bakteri asam laktat actinomicetes, cendawan fermentasi maupun mengurai bahan organik secara cepat yng menghasilkan alkohol ester anti mikroba, menghilangkan bau busuk, mencegah serangga, serta ulat merugikan yang dengannya menghilangkan pakan. Cara kerja EM4 yang telah di sebutkan bisa menekan pertumbuhan mikroorganisme pathogen. EM4 pun memfermentasikan sisa-sisa makanan serta kulit udang serta ikan pada tanah dasar tambak menjelma hilang menjadikan udang/ ikan bisa hidup bertambah baik. EM4 pun memfermentasikan limbah serta kotoran ternak menjadikan lingkungan sangkar tak bau, ternak tak mengalami stress menjadikan nafsu makannya meningkat (Djuamani et al., 2005). B. Identifikasi Pupuk Kompos 1. Hasil Pengamatan Tabel 4. Identifikasi Pupuk Kompos
Identifikasi Hasil
Kenampakan Warna Bau Tekstur Sifat Suhu pH Terdapat embun sebelum plastik dibuka Coklat tua (kehitaman) Semisal tanah Agak menggumpal Butiran sekam 36,4°C 6
Sumber: Data Primer Praktikum Pengelolaan Limbah Peternakan 2014. 2. Pemaparan Prinsip pengomposan ataupun composting merupakan proses merubah limbah organik menjelma pupuk organik secara biologis dibawah kondisi yng terkontrol. Tujuan pengomposan limbah ternak menggunakan kondisi yng terkontrol merupakan porsi atau bisa juga dikatakan hendak membuat keseimbangan porses pembusukan bahan organik internal limbah, mengurangi bau, membunuh biji-biji gulma serta organisme pathogen menjadikan menjelma pupuk yng sesuai yang dengannya lahan pertanian. Andaikan kondisi tak ataupun kagak bertambah terkontrol hendak terlaksana pembusukan menjadikan timbul bau yng menyengat, timbul cacing serta insekta.Faktor suhu Amat berpengaruh pada proses pengomposan. Oleh lantaran itu butuh di lakukan pengukuran suhu sehari-hari. Suhu optimum porsi pengomposan merupakan 40-60o C yang dengannya suhu maksimum 75o C. Andai suhu kompos telah mencapai 40o C maka kesibukan mikroorganisme mesofil hendak digantikan oleh kesibukan mikroorganisme termofil salah satunya fungi (Marsono, 2002). Hasil praktikum identifikasi kompos yng sudah didiamkan selama 4 minggu menunjukkan karakteristik kompos yng kelompok kami buat, hasil yng didapatkan yakni warna akhir pupuk kompos berwarna coklat tua ataupun kehitaman. Teksturnya masih menggumpal. Bau kompos akhir telah semisal bau khas tanah, tak berbau kotoran sapi lagi ataupun bau proses fermentasi. Sesudah di lakukan identifikasi, pupuk kompos belum terbentuk sempurna, bisa dilihat dari pH yng belum memenuhi kriteria, yakni 6. Pendapat dari Junaidi (2007), pH optimum porsi atau bisa juga dikatakan hendak proses pengomposan berkisar jarak 6,5 sampai 7,5. Proses pengomposan sendiri hendak memicu perubahan pada bahan organik serta pH bahan itu sendiri. Hasil identifikasi kompos yang telah di sebutkan, dari pembalikan pertama sampai yang dengannya pemanenan berlangsung proses fermentasi anaerob yng ditunjukkan yang dengannya adanya embun pada plastik yng dipakai porsi atau bisa juga dikatakan hendak menutup. Selain itu kelangsungan proses fermentasi pun ditunjukkan oleh bau kompos yng khas aroma fermentasi. pH dari fermentasi kompos ini asam yakni 6, berguna fermentasi disini pun berlangsung yang dengannya baik. Namun, pada pH yang telah di sebutkan bukanlah pH optimum pengomposan. Pendapat dari Zulkarnain (2010), manfaat dari bokashi itu sendiri jarak lain : 1. Menaikan pertumbuhan serta hasil tanam 2. Kandungan hara internal pupuk bokashi bertambah tinggi dibandingkan yang dengannya pupuk kompos. 3. Periode tumbuh pada tanaman bertambah cepat. 4. Peningkatan kesibukan mikroorganisme yng menguntungkan semisal mychoryza, Rhizobium, bakteri pelarut fosfat, dll. 5. Menghambat pertumbuhan hama serta penyakit yng merugikan tanaman. Bila bokashi dimasukkan kedalam tanah bahan organiknya bisa dipakai menjdai substrat oleh mikroorganisme, efektif porsi atau bisa juga dikatakan hendak berkembang biak internal tanah, serta sekalian menjdai tambahan persediaan unsur hara porsi tanaman. Pembuatan bokashi Amat butuh diterapkan lantaran jujur teknologi anyar yng benar guna, yang dengannya biaya murah serta gampang dilaksanakan yang dengannya mempergunakan serta memanfaatkan limbah ternak serta limbah pertanian yng ada. Negara jepang telah mempergunakan bokashi sejak tahun 80-an serta petani di negara yang telah di sebutkan mempergunakannya dikarenakan bokashi bisa memperbaiki struktur tanah yng sebagian besar sudah menjelma keras akibat penggunaan pupuk kimia secara terus menerus. selain itu pun bokashi terbukti menaikan kesuburan tanah secara terus menerus serta produktifitas tanaman. C. Biogas 1. Hasil Pengamatan Tabel 4. Biogas
Spesifikasi Keterangan
Jumlah digester 2 buah, terdapat atau terletak di dekat sangkar bagi serta sangkar bawah
Kapasitas digester Atas 28 m3 mampu menyuplai gas porsi atau bisa juga dikatakan hendak 5 KK, bawah 30 m3 mampu menyuplai gas porsi atau bisa juga dikatakan hendak 9 KK
Komposisi Feses sapi serta cairan yang dengannya perbandingan 1:1
Aktivator Stimulator plus
Sumber: Data Primer Praktikum Pengelolaan Limbah Peternakan 2014. 2. Pemaparan Praktikum Pengelolaan Limbah Peternakan acara kunjungan biogas diperoleh hasil bahwasanya komposisi biogas yng dipakai merupakan feses sapi serta cairan. Hal ini dikarenakan ketersediaan feses sapi yng terus ada yng berpokok dari peternakannya lantaran feses jujur material organik yng mampu dipakai menjdai bahan pembuatan biogas. Pendapat dari Willyan (2008), menyatakan bahwasanya biogas (gas bio) jujur gas yng ditimbulkan andai bahan-bahan organik, semisal kotoran hewan, kotoran kita-kita, ataupun sampah, direndam didalam cairan serta disimpan didalam tempat tertutup ataupun anaerob. Proses terjadinya biogas merupakan fermentasi anaerob bahan organik yng di lakukan oleh mikroorganisme menjadikan menghasilkan gas yng gampang terbakar. Secara kimia, reaksi yng terlaksana pada pembuatan biogas cukup panjang serta rumit, meliputi tahap hidrolisis, tahap pengasaman, serta tahap metanogenik. Digester yng ada pada kunjungan yang telah di sebutkan ditanam internal tanah, hal yang telah di sebutkan bertujuan porsi atau bisa juga dikatakan hendak memaksimalkan proses fermentasi agar tak terpengaruh adanya perubahan panas diatas permukaan tanah. Senyawa yng diperoleh dari digester jarak lain gas metana, serta uap cairan yng bersifat korosif. Hal ini sesuai yang dengannya pendapat Chisti (2007) yng menyatakan bahwasanya biogas sebagian besar menyandang kandungan gas metana (CH4), karbondioksida (CO2) serta kadar kandungan yng jumlahnya kecil diantaranya hidrogen sulfida (H2S), ammonia (NH3), hidrogen (H2) serta nitrogen (N2) yng kandungannya Amat kecil. Bagi atau bisa juga dikatakan hendak menaikan kualitas biogas di lakukan penyaringan pada komponen penyaluran biogas sebelum dialirkan kepada pecinta buatan otomotif dipasang instrumen yng disebut absorber. Absorber ini berfungsi porsi atau bisa juga dikatakan hendak menaikan gas metana yng diperoleh serta mengurangi kadar uap cairan agar perlengkapan yng dipakai bertambah awet. Hal ini sesuai yang dengannya pendapat Juanga (2007) yng menyatakan bahwasanya kualitas biogas bisa ditingkatkan yang dengannya kadar perlakuan yakni menghilangkan hidrogen sulphur, kandungan cairan serta karbondioksida (CO2). Hidrogen sulphur menyandang kandungan racun serta zat yng memicu korosi, bila biogas menyandang kandungan senyawa ini maka hendak memicu gas yng rawan menjadikan konsentrasi yng diijinkan maksimal 5 ppm. Bila gas dibakar maka hidrogen sulphur hendak bertambah rawan lantaran hendak membentuk senyawa anyar bersama-sama oksigen, yakni sulphur dioksida/sulphur trioksida (SO2 / SO3) serta senyawa ini bertambah beracun. Pada era yng percis hendak membentuk sulphur acid (H2SO3) suatu senyawa yng bertambah korosif. Perlakuan selanjutnya merupakan menghilangkan kandungan karbondioksida yng mengantongi tujuan porsi atau bisa juga dikatakan hendak menaikan kualitas, menjadikan gas bisa dipakai porsi atau bisa juga dikatakan hendak bbm kendaraan. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yng bisa diambil dari rangkaian Praktikum Pengelolaan Limbah Peternakan ini jarak lain: 1. Pembuatan kompos pembalikan pertama didapatkan hasil yakni terdapat embun sebelum plastik dibuka, berwarna coklat muda, bau khas fermentasi rada menyengat, teksturnya rada menggumpal, serta sifatnya butiran sekam. 2. Pembuatan kompos pembalikan kedua didapatkan hasil yakni terdapat embun sebelum plastik dibuka, berwarna coklat kehitaman, bau khas fermentasi menyengat, teksturnya rada menggumpal, serta sifatnya butiran sekam. 3. Identifikasi kompos didapatkan hasil yakni terdapat embun sebelum plastik dibuka, berwarna coklat tua (kehitaman), bau semisal tanah, teksturnya rada menggumpal, sifatnya butiran sekam, suhu 36,4°C, pH 6. 4. Kunjungan Biogas didapatkan hasil yakni digesternya berjumlah 2 terdapat atau terletak di dekat sangkar bagi yang dengannya dayatampung 28 m3 serta sangkar bawah yang dengannya dayatampung 30 m3. 5. Komposisi substrat yakni feses sapi serta cairan yang dengannya perbandingan 1:1, yang dengannya tambahan aktivator berupa stimulator plus. B. Saran Saran porsi atau bisa juga dikatakan hendak praktikum Pengelolaan Limbah selanjutnya yakni:. 1. Diharapkan adanya komunikasi yng interaktif era kunjungan. 2. Diharapkan praktikan bertambah memperhatikan apa yng disampaikan asisten, dosen, maupun narasumber menjadikan tak terlaksana kesalahpahaman. DAFTAR PUSTAKA Chisti, Y. 2007. Biodiesel from Microalgae. Journal of Biotechnology Advances. Volume (25):294-306. Crawford, J. 2003. Composting of Agricultural Waste. in Biotechnology Applications and Research. p. 68-77. Djuamani, N., Kristian serta S.S Budi. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Agro Media Pustaka. Jakarta Farida, E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi serta Campuran Limbah Organik Lain Menjdai Pakan ataupun Media Produksi Kokon serta Biomassa Cacing Tanah Eiseniafoetidasavigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi serta Makanan Ternak. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ginting. 2007. Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan. Universitas Sumatera Utara Repository. Medan. Hambali, E. 2008. Pengaruh Pupuk Organik Serta Pupuk Sangkar Sapi. Agro Media. Jakarta. Hidayat, N., P. Masdiana serta S. Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta. Indroprahasto, S. 2010. Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor. Isroi, 2008. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor. Juanga, A. 2007. Biogas porsi atau bisa juga dikatakan hendak Masa Depan Alternatif BBM. Jurnal Ilmiah Indonesia. Volume(4):25. Junaidi, S. 2007. Pengolahan Kotoran Ternak menjelma Pupuk. Penerbit Andi. Yogyakarta. Kaharudin serta F.M. Sukmawati. 2010. Manajemen Limbah Ternak porsi atau bisa juga dikatakan hendak Kompos serta Biogas. Balai Pengkajian serta Teknologi Pertanian. Nusa Tenggara Barat. Kristianto. 2007. Menyulap Sampah Menjadi Kompos. Pusat Pengkajian serta Penerapan Teknologi Lingkungan-BPP Teknologi, Hal. 21. Marsono. 2002. Cara Gampang Fermentasi Urine Sapi Bagi atau bisa juga dikatakan hendak Pupuk Organik Cair. http://www.gerbangpertanian.com/2010/04/cara-mudah-fermentasi-urine-sapi-hendak.html. Diakses pada Hari Selasa, 29 April 2014 pukul 12.36 WIB. Nurhasanah. 2005. Biogas Menjdai Energi Pengganti. Penerbit Media Pustaka Press. Jakarta. Rahayu, E serta S. P. Nur. 2002. Isolasi serta Seleksi Lactobacillus yng Berpotensi Menjdai Agensi Probiotik. Agritech Vol.23 No.2 Hal 67-74. Ramdani. 1985. Pengaruh perbedaan Pengomposan serta Pemberian Aktivator Kotoran Sapi Terhadap Kecepatan Dekomposisi Sampah Organik, Produksi, serta Kualitas Kompos. Laporan Masalah Khusus. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rorokesumaningwati. 2000. Pupuk serta Pemupukan. Universitas Mulawarman Press. Samarinda. Santoso serta Kurniati. 2000. Pemanfaatan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. Setiawan, A. I. 2008. Memanfatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. Simamora. 2006. Membuat Biogas Alternatif Bahan Bakar Minyak Serta Gas Dari Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. Suardana, W. 2007. Isolasi serta Identifikasi Bakteri Asam Laktat dari Cairan Rumen Sapi Bali menjdai Kandidat Biopreservatif. Jurnal Veteriner Vol.8 No.4:155-159. Wahyuni, S. D. 2009. Bokashi serta Manfaatnya. Penebar Swadaya. Jakarta. Wahyono, D. 2011. Kompos serta Pengomposan. Agro Media. Jakarta. Willyan, D. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos Dari Kotoran Ternak. Agro Media. Jakarta. Yusuf, Y. 2000. Pengaruh Pemberian Bokashi Batang Jagung Terhadap Kelengketan Tanah (Soil Stickiness) pada Alat Pengolahan Tanah Bajak Singkal. Skripsi Program Sarjana Institut Pertanian Bogor Repository. Bogor. Zulkarnain. 2010. Dasar-Dasar Hortikultura. PT Bumi Aksara. Jakarta.